Penulis, Nurdin SH. |
JUDUL tulisan di atas adalah sebuah ungkapan bagi mereka, sebagai wujud ekspresi kekesalan karena merasa diajari atau diintervensi oleh orang lain sementara dia sudah memahami betul akan tugas dan tanggungjawabnya.
Penulis selain terinspirasi dari sebuah dialog antara seorang istri dengan sang suami yang digambarkan oleh guru saya dalam sebuah tulisannya, juga sekaligus dapat dijadikan sebagai contoh; Dialog itu bermula dari sebuah keluarga kecil. Di mana ketika itu, sang Istri sedang memasak untuk makan siang hari itu.
Sang suami yang sedari tadi memerhatikan kemudian berkata kepada istrinya. "Mama, kalau memasak sayur, garamnya jangan terlalu banyak, ya. Nanti kita terkena penyakit darah tinggi." Belum sempat dijawab oleh sang istri, si suami berkata. "Mama, kalau masak, apinya jangan terlalu besar, nanti gasnya cepat habis."
Sang istri karena tidak senang diajari atau diintervensi oleh suaminya, bagaimana memasak yang baik dan benar termasuk bagaimana semestinya penggunaan nyala api kompor agar irit. Dia memukulkan sendok sayur tumis yang sedang dimasaknya ke pinggir wajan yang tentu mengeluarkan bunyi keras dan membuat kaget bukan saja suaminya, melainkan juga anaknya yang kebetulan berada tidak jauh dari mereka.
Ia lantas berkata; "Papa, sejak kapan tidak suka dengan masakan Mama, ini pekerjaan aku setiap hari, sudah menjadi rutinitas." Saking kesalnya, sang istri melanjutkan. "Mama tahu persis menggunakan gas dengan baik, jadi tidak usah sok mengajari," katanya.
Melihat keadaan yang sudah memanas, sang suami mendekati istrinya sambil menepuk pundaknya dengan mesra ia berkata; "Mama, saya tahu dan yakin betul Mama paham bagaimana memasak yang baik dan enak, sebagaimana juga saya tahu dan yakin betul bagaimana Mama begitu paham mengurus dapur hingga memakai gas agar irit."
"Akan tetapi, apakah Mama juga yakin betul bahwa saya juga tahu bagaimana cara menyetir mobil di jalan raya dengan baik dan benar sebab selama ini ketika kita berjalan-jalan dengan mengendarai mobil, Mama selalu mengajariku bagaimana seharusnya menyetir mobil."
Rupanya, si suami sudah lama juga kesal dengan istrinya yang selalu mengajarinya menyetir mobil, meski sesungguhnya pelajaran itu tidak penting atau bahkan tidak perlu sebab sudah menjadi rutinitasnya.
Apa yang dapat dipetik dari dialog itu adalah, bahwa dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita merasa lebih memahami pekerjaan orang lain daripada orang itu sendiri, dan bahkan kita tidak malu-malu mengajarinya.
Padahal sesungguhnya dia, karena sudah menjadi rutinitasnya, secara alamiah memahami bagaimana mengerjakan dan menyelesaikan tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Ada baiknya kita yakin bahwa seseorang yang bekerja sesuai dengan bidang atau keahliannya akan melaksanakannya dengan baik.
Untuk itu, tidak perlu mengajari ikan berenang, tidak perlu mengajari seseorang tentang pekerjaan yang memang sudah menjadi rutinitasnya sebab boleh jadi, dia merasa terganggu karena merasa direcoki ketika melaksanakan pekerjaan rutinnya.
Jadi, sebenarnya yang perlu adalah empati karena dengan berempati selain menghindari kesalahpahaman (pahamnya salah), juga boleh jadi dengan berempati suasana akan menjadi sejuk, aman, dan damai. (****)
Tidak ada komentar: