Penulis, Nurdin SH. |
BELUM lama ini, Walikota Medan, Bobby Nasution menyita perhatian publik. Selain mengapresiasi langkah Kepolisian bertindak tegas terhadap pelaku begal yang kian meresahkan masyarakatnya, Bobby juga meminta agar aparat kalau perlu, menembak mati begal.
Pernyataan tersebut menuai kritik dari lembaga penggiat anti kekerasan tidak terkecuali dari Komnas HAM dan Amnesti Internasional Indonesia. Walikota Medan menyatakan itu, sebagai bentuk ungkapan keresahannya terhadap kejahatan jalanan yang terjadi di wilayahnya.
Begal adalah istilah yang disematkan kepada pelaku kejahatan jalanan yang dalam hukum pidana disebut pencurian dengan kualifikasi atau pencurian dengan kekerasan. Dan itu, tidak hanya terjadi di Kota Medan melainkan di kota-kota lainnya di Indonesia.
Kepolisian di negara manapun di dunia dalam menangani kejahatan termasuk kejahatan jalanan (begal) memiliki standar prosedur dalam penanganannya. Penggunaan senjata api, tidak boleh serampangan (asal main tembak).
Oleh karena, pada hakikatnya senjata api dapat digunakan hanya dalam keadaan terpaksa dan mendesak yang dalam hukum pidana disebut Noodweer. Penggunaannya pun hanya sebatas melumpuhkan bukan dengan sengaja menembak mati pelaku kejahatan.
Keadaan terpaksa dan mendesak atas penggunaan senjata api dimungkinkan, dan itu diatur pada pasal 49 KUH Pidana, pasal ini tidak hanya berlaku bagi Kepolisian namun juga korban kejahatan akan tetapi senantiasa mempertimbangkan asas keseimbangan.
Asas keseimbangan bermakna bahwa pada satu sisi tindakan Kepolisian wajib melindungi martabat dan HAM seorang pelaku kejahatan, sedangkan pada sisi lain berkewajiban melindungi dan mempertahankan kepentingan ketertiban umum. Sedikit bergeser dari landasan asas tersebut, boleh jadi akan menjurus ke arah orientasi kekuasaan dan bersifat sewenang-wenang.
Pada dasarnya, asas keseimbangan itu menghendaki agar tindakan Kepolisian senantiasa menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam menegakkan hukum serta menghindari cara-cara yang tidak manusiawi.
Kita semua resah dengan ulah para pelaku kejahatan jalanan, utamanya pelaku begal namun bukan berarti kita dapat bertindak yang berpotensi melanggar hukum. Kejahatan jalanan sering kali timbul akibat kelalaian korbannya, misalnya berkendara di atas sepeda motor sambil bermain handphone.
Sebab tidak dipungkiri, banyak di antara kita sambil berkendara juga mengutak-atik handphone. Hal itu sangat membahayakan bukan hanya memancing niat para pelaku kejahatan jalanan, tetapi juga membahayakan dirinya dan juga orang lain. Oleh karena, berpotensi memicu terjadinya kecelakaan lalulintas.
Perlu diingat, bahwa suatu kejahatan tidak terkecuali kejahatan jalanan dapat terjadi, disebabkan 3 hal. Pertama, adanya niat. Kedua, adanya kesempatan, dan yang ketiga, adanya kemampuan pelaku. Jika salah satu di antara ketiganya tidak ada, maka kejahatan itu tidak akan terjadi. (****)
Tidak ada komentar: