PERINGATAN Hari Anak Nasional (HAN) tahun ini, nampaknya menyisahkan keprihatinan bagi sejumlah anak di Kota Palopo, sebut saja Aco. Ia terancam putus sekolah, akibat tak lulus Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2023/2024 di SMA Negeri 1 Palopo.
Di saat anak seusianya tengah bergelut pelajaran di sekolah, ia terpaksa 'menganggur' di rumah. Harapan masuk SMAN 1 Palopo lewat PPDB jalur prestasi, terpaksa kandas di tengah jalan setelah dirinya dinyatakan tidak lulus. Tahun ini, SMAN 1 Palopo hanya menerima 10 Rombel, berbeda tahun sebelumnya sekolah tersebut membuka 11 Rombel. Sehingga, terjadinya penurunan kuota siswa baru pada tahun ajaran ini.
Kebijakan PPDB inilah yang menimbulkan kegelisahan dan kegaduhan di tengah masyarakat, terutama orangtua dan anak. Padahal, UUD 1945 Pasal 31 ayat 2 sangat jelas menyebutkan bahwa; "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya."
Pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk menyediakan akses pendidikan untuk seluruh warga negara, di manapun mereka berada, bersifat inklusif, dan punya kewajiban konstitusional untuk membiayai seluruh kegiatan pendidikan dasar ini.
Nyatanya masih banyak terjadi praktik kecurangan, seperti pungutan liar, uang pembangunan, uang buku, ada juga menggunakan istilah infaq, SPP dan lain-lain. Ini hampar semua tingkat, TK/SD/SMP/SMA baik negeri maupun swasta yang telah menerima bantuan pemerintah. Belum lagi dugaan pemalsuan dokumen kependudukan. Ini kaitannya dengan zonasi, beberapa orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya misalnya di sekolah tertentu namun domisili mereka tidak masuk, maka jalan pintas menitipkan data anak mereka ke KK yang dikenal dan masuk jarak yang diatur oleh jalur zonasi. Hal ini nyata divdepan mata, tapi tidak ada tindakan dari pemerintah atau aparat penegak hukum sekaitan akan hal tersebut.
Khusus untuk SMA Negeri 1 Palopo, tidak ada alasan untuk menolak anak yang ingin bersekolah di sana. Apa dasar aturannya mereka mengurangi rombel dari 11 menjadi 10 rombel. Sementara, SMA Negeri 2 Palopo justru menambah 2 rombel. Saya harap ini menjadi perhatian serius pak Gubernur Sulsel dan Walikota Palopo, persoalan ini menyangkut kepentingan bagaimana mencerdaskan anak bangsa. Mestinya segera direspons jangan MAGER (Malas Gerak). Besok saya akan antar anak ke SMA 1 Palopo, saya kawal sampai ia diterima. (****)
Penulis Adalah Wartawan Senior dan Pemerhati Pendidikan
Tidak ada komentar: