Oleh: M Kevin Hary Pratama
WABAH Covid-19 masih menjadi isu yang menarik untuk di bahas. Sejak Maret 2020 hingga Juli 2021, tercatat kurva penyebaran corona virus cukup tinggi.
Virus yang memiliki tingkat mutasi yang cepat dengan tingkat penyebaran sangat mudah, membuat kurva penyebaran virus ini sulit dibendung! Sehingga, mematuhi aturan pembatasan jarak dan menggunakan masker menjadi solusi menurunkan kurva penularan Covid-19.
Terlepas dari kesadaran masyarakat, Pemerintah telah bekerja keras memutus mata rantai penyebaran virus. Usaha pemerintah dimulai dengan imbauan menggunakan masker, rajin mencuci tangan, mengeluarkan kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), sampai pada upaya vaksinasi massal.
Masyarakat seyogyanya mendukung upaya tersebut, bukan malah menghalangi kerja pemerintah yang jelas berdampak baik bagi masyarakat. Berbagai jenis PPKM mulai dari PPKM darurat sampai PPKM level 4, substansi utamanya adalah mengurangi kerumunan.
Memberlakukan pembatasan kegiatan terutama di tempat-tempat yang berpotensi mengundang kerumunan masyarakat. Seperti yang diketahui, kerumunan dapat mempercepat laju penyebaran virus dikarenakan kemudahan berpindahnya dari orang yang terinfeksi, pada pasien yang jaraknya tidak begitu jauh.
Pakar epidemiologi UNDIP, Prof Dr dr Suharyo Hadisaputro SP.PD KPTI, dalam sebuah diskusi via Zoom Meeting yang membahas soal lonjakan kasus Covid-19, menyatakan belum sepenuhnya masyarakat menyadari pentingnya protokol kesehatan (Prokkes).
Masyarakat mengabaikan kegiatan-kegiatan yang dapat memicu penularan virus yang ia sebut sebagai TITIK LENGAH. Salah-satu dari 10 titik lengah menurut Prof Suharyo, adalah makan bersama, ia mencontohkan saat makan masker akan dibuka kemudian berbincang tanpa memperdulikan siapa yang diajak bicara OTG atau bukan (Sumber: https://www.undip.ac.id/post/19871 di akses 29 juli 2021).
Menjadi persoalan saat ini adalah aturan yang dibuat pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Virus Corona terus mendapat bantahan dari beberapa pihak. Mencoba untuk membentuk opini publik bahwa yang dilakukan pemerintah sia-sia. Dengan alasan kebijakan pemerintah mengganggu sektor ekonomi, menghalangi kelas bawah mencari nafkah.
Padahal persoalan cukup jelas, bahwa masalahnya adalah pandemi. Pandemi yang terlebih dahulu diselesaikan barulah sektor lain. Mengabaikan Covid-19 pun tidak menjadi solusi, sebab sasarannya adalah kesehatan manusia.
Merespon kondisi Kota Makassar yang tergolong zona merah dalam peta penyebaran Covid-19, Walikota Makassar resmi memberlakukan PPKM level 4 mulai 26 Juli 2021 lalu. Upaya pemerintah memutus mata rantai penyebaran virus harusnya mendapat respon positif dari masyarakat. Apatahlagi, Pemkot Makassar memberikan kelonggaran bagi pedagang kaki lima (PKL) boleh buka hingga jam 22:00 WITA. Menanggapi kebikan itu, saya selaku Ketua Umum HMI Koordinator Komisariat UMI sangat mendukung penerapan PPKM di Makassar untuk mempercepat pemutusan rantai penyebaran Covid-19, dan menyatakan bahwa saya menolak segala bentuk tindakan provokasi dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Sebab Usaha memutus mata rantai terus saja mendapat halangan dari beberapa pihak.
Padahal jelas, bahwa PPKM, vaknisasi masal dan protokol kesehatan menjadi jalan keluar dari pandemi. Tentunya kita tidak boleh serta-merta menolak kebijakan jika arahnya baik bagi masyarakat. Terlebih, dalam kondisi seperti ini. Pandemi menjadi penghalang bagi semua sektor.
HMI Koordinator Komisariat UMI akan melaksanakan vaksinasi gratis sebagai usaha keluar dari masalah pandemi. Kita tidak bisa berlama-lama dalam kondisi pandemi. Semua sektor tidak bisa berjalan ideal karena kesehatan merupakan faktor yang paling penting. Jalan keluar dari kondisi pandemi ini di antaranya adalah vaksinasi. Olehnya itu, kita seharunya melepas segala bentuk provikasi terkait vaksinasi. Semakin cepat selesainya vaksinasi masal, semakin leluasa kita bisa berkegiatan. Wassalam. (****)
*) Penulis Adalah Ketua Umum HMI Koordinator Komisariat UMI Periode 2018-2019.
Tidak ada komentar: